Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Politik hukum merupakan kebijakan
dasar oleh suatu negara yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Ada pendapat bahwa
politik hukum ini berasal dari gabungan antara ilmu hukum dan filsafat hukum,
ini merubah pandangan selama ini bahwa politik hukum merupakan gabungan ilmu
hukum dan ilmu politik. Proses interplay keduanya (Ilmu Hukum dan Filsafat
Hukum) terjadi dengan cara; ilmu hukum diarahkan pada cara untuk mencapai
tujuan, adapun filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan yang diinginkan.
Penggunaan secara bersamaan dan kreatif itulah yang akhirnya melahirkan politik
hukum. Dengan politik hukum negara dapat merencanakan tata cara meraih tujuan
dengan menggunakan jalur hukum.
Dalam kerangka nasional
penyelenggara negara di Indonesia menjalankan politik hukum yang berdasar
dengan sistem presidensial. Berubahnya sistem pemilihan umum di Indonesia
menyebabkan berubahnya politik hukum Indonesia. Saat ini presiden bukan lagi
mandataris MPR yang menjalankan GBHN yang diamanatkan oleh mandatarisnya. Saat
ini yang menjadi haluan negara adalah kebijakan presiden dan janji-janji
kampanye calon presiden, olehnya dalam menyusun kebijakan dasar di negara para
perumus kebijakan senantiasa merujuk kepada program-program yang dijanjikan
oleh calon presiden yang terpilih. Menyangkut masalah pelayanan publik presiden
menjanjikan pelayanan publik yang baik bagi masyarakat. Dengan merunut hal itu
maka perancang peraturan perundang-undangan membuat RUU pelayanan publik yang
telah disahkan pada bulan Agustus 2009. Akan tetapi yang perlu dikaji dalam
kaitannya dengan politik hukum, apakah tujuan fundamental dalam pembentukan
Undang-Undang Pelayanan Publik.
1.2 Identifikasi Masalah
Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan dibahas oleh penulis
dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang mendasari kebijakan suatu politik
hukum terhadap suatu aturan ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi politik hukum suatu negara?
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar kebijakan suatu politik
hukum terhadap suatu aturan.
2. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi politik hukum suatu negara.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan paper ini
adalah: Study kepustakaan dan melaluai internet search. Yaitu dengan
mengumpulkan dan mempelajari data-data tersebut.
Bab 2
Pembahasan
2.1. Politik Hukum terhadap
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
politik hukum adalah kebijakan dasar oleh suatu negara yang dilaksanakan oleh
penyelenggara negara yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan. Dalam pengertian tersebut kata “penyelenggara negara” dan
“tujuan negara yang dicita-citakan” menjadi sorotan dalam studi ini. Dan siapa
yang dimaksud penyelenggara negara dan di mana kita menemukan tujuan negara
yang dicita-citakan itu? Penyelenggara negara adalah lembaga-lembaga negara
yang diberikan wewenang oleh konstitusi untuk mengadakan pemerintahan suatu
negara. Penyelenggara disebut juga dengan pemerintah, yang pengertian luas
mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dalam konteks
ketatanegaraan Indonesia mencakup juga kekuasaan inspektif.
Adapun tujuan negara yang dicita-citakan
dapat dilihat secara umum pada Pembukaan UUD Negara R.I tahun 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Apa yang terdapat terdapat dalam pembukaan itu kemudian
dijabarkan lebih rinci pada pasal-pasal UUD Negara R.I tahun 1945 tersebut,
yang dioperasional kan dalam Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan
lain yang terdapat dibawahnya.
Kedua
hal diatas, baik itu lembaga negara maupun tujuan negara yang dicita-citakan,
merupakan studi hukum tata negara. Artinya hal-hal yang berkaitan dengan
politik hukum dalam pengertian teoritis praktis kini menjadi kajian disiplin
ilmu tersebut. Lalu sekarang, mana di antara badan-badan negara yang berwenag
dalam penentuan politik hukum suatu negara? Dalam peraturan perundang-undangan
mana saja politik hukum suatu negara dapat ditemukan? Dan faktor-faktor apa
saja yang memengaruhi politik hukum suatu negara?
Berangkat dari
permasalahan-permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
politik hukum meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak
politik hukum dalam peraturan perundang-undangan, dan faktor-faktor yang
memengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara.
Berangkat
dari salah satu ruang lingkup politik hukum kita akan mencoba menemukan letak
politik hukum dalam UU. No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
Sebagaimana
telah dibahas sebelumnya tentang defenisi politik hukum maka dapat ditarik
beberapa poin yang dapat dijadikan pisau analisis dalam mencari titik taut atau
letak politik hukum dalam UU. No 25/2009 tentang Pelayanan publik yaitu:
1.
Masalah kebijakan dasar;
2.
Penyelenggara negara pembentuk
kebijakan dasar tersebut;
3.
Peoses pembentukan hukum;
4.
Dan tujuan politik hukum nasional.
Namun
dari keempat poin tersebut yang menjadi pisau analisis utama adalah tujuan
politik hukum nasional
Masalah kebijakan dasar
Adapun yang dimaksudkan dengan
kebijakan dasar adalah pedoman dasar dari segala bentuk perumusan, pembentukan
dan pengembangan hukum di tanah air. Jadi untuk memenuhi syarat sebagai pedoman
dasar berarti hal tersebut bersifat mendasar pula, bukan peraturan perundang-undangan
yang bersifat teknis, olehnya dalam hal menjawab hal tersebut mau tidak mau
kita harus merujuk pada sumber tata urutan/hierarkis perundang-undangan di
negara kita. Jenis dan hierarki perundang-undangan di Indonesia dapat kita
lihat dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai berikut:
1.
UUD Negara R.I tahun 1945
2.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
3.
Pereturan Pemerintah
4.
Peraturan Presiden
5.
Peraturan Daerah
Dari
urutan tersebut terlihat bahwa UUD Negara R.I tahun 1945 menempati posisi
tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan dan kemudian disusul
kemudian di bawahnya UU/PERPPU, PP, Perpres, dan Perda. Namun perlu diketaui
kendati bersifat hierarki seperti itu, bukan berarti dalam hal perumusan dan
penetapan suatu peraturan perundang-undangan selalu bersumber atau perincian
secara teknis dari peraturan perundang-undangan yang berada tepat diatasnya,
seperti Perda berasal dari Perpres, PP daru PERPPU atau lainnya. Penyusunan
hierarki tersebut semata-mata dalam rangka menyinkronkan atau menghindarkan
konflik teknis pelaksanaan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain.
Posisi
UUD 1945 sebagai hukum dasar itulah yang memberikan legal consequence
bahwa setiap materi perundang-undangan yang berada di bawahnya tidak boleh
bertentangan dengan materi-materi yang terdapat dalam UUD 1945. Hal ini terkait
dengan salah satu fungsi dari konstitusi dalam satu negara sebagai a politico-legal document yakni
dokumen politik dan hukum suatu negara yang berfungsi sebagai alat untuk
membentuk sistem politik dan sistem hukum.
Penjelasan
di atas memberikan pemahaman bahwa UUD Negara R.I Tahun 1945-lah yang
menentukan garis besar, arah, isi dan bentuk hukum yang akan diberlakukan di
Indonesia. Dengan pemahaman seperti itu maka dapat diambil kesimpulan yang
menjadi penentu kebijakan dasar dari UU No. 25/2009 tetang Pelayanan Publik
adalah UUD Negara R.I Tahun 1945. Hal tersebut terlihat jelas dalam konsideran
UU tersebut, di sana tertulis
“Menimbang:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18A ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 Pasal 28A, Pasal 28B,
Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28H, Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945”.
Penyelenggara Negara yang
Menentukan Kebijakan Negara dalam UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik
Dengan merujuk kepada UUD 1945 maka
Penyelenggara negara yang dapat merumuskan politik hukum nasional adalah
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). MPR
merumuskan politik hukum nasional dalam bentuk undang-undang dasar, sedangkan
DPR dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk undang-undang, karena
kedudukannya sebagai kekuasaan legislatif seperti yang tertuang dalam pasal 20
ayat (1) UUD Negara R.I tahun 1945. Namun demikian pihak eksekutif dapat juga
mengajukan rancangan undang-undang seperti yang diatur dalam pasal 5 ayat (1)
UUD Negara R.I Tahun 1945. Jika dilihat dari sejarah pembentukan Undang-Undang
pelayanan publik dapat diketahui bahwa Undang-Undang tersebut diajukan bersama
oleh eksekutif. hal itu dapat dilihat dalam kalimat di bagian akhir konsideran
Undang-Undang tersebut. Pada bagian itu terdapat kalimat “dengan persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia”.
Proses Pembentukan Hukum
Analisis terhadap poin ini akan
membantu kita menemukan faktor-faktor yang turut serta mempengaruhi politik
hukum dan dari hal tersebut akan dapat pula kita ketahui pengaruh apa yang
mungkin ada dalam pembentukan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Undang-Undang
tidaklah datang dari ruang hampa akan tetapi merupakan aktualisasi dari
kehendak-kehendak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya.
Kehendak-kehendak ini bisa datang dari berbagai kalangan. Kehendak-kehendak
tersebut bisa muncul dari baik pada tingkat supra struktur maupun infrastruktur
Politik. Supra struktur dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 adalah : DPR, MPR,
PRESIDEN, MA, MK, KY, BPK, DPD. Sedangkan infrastruktur politik Indonesia terdiri
dari partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi
politik, dan tokoh politik. Perlu diketahui, supra struktur yang dapat
merumuskan politik hukum hanya MPR dan DPR saja serta usulan rancangan
undang-undang dari Presiden. Sedangkan lembaga lain tidak.
Kehendak-kehendak
baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain yang muncul
dari tingkat infrastruktur politik kemudian diperdebatkan dan mengalami
kristalisasi pada tingkat suprastruktur politik yang kemudian keluarannya
adalah rumusan politik hukum baik yang terdapat dalam UUD maupun Undang-Undang.
Menyangkut
proses pembentukan UU No. 25/2009 dapat kita lihat dari pertimbangan
pembentukan Undang-Undang ini
“Menimbang:
a.
bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik;
c.
bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan
penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas;
d.
bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan
publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta
untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
pengaturan hukum yang mendukungnya;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pelayanan Publik;”
kehendak-kehendak
yang terdapat dalam dasar pertimbangan proses pembentukan hukum dalam UU
tersebut adalah kehendak-kehendak yang datangnya dari berbagai kalangan ada
yang datangnya dari suprastruktur politik seperti Presiden dan DPR, ada yang
datang dari tuntutan social
society untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, adapula
yang datang dari infrastruktur politik lainnya seperti pelaku ekonomi dan
lain-lain. Secara garis besar seluruh kehendak dalam proses pembentukan hukum
adalah kehendak-kehendank yang sifatnya politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Penjelasan empat hal tersebut akan di bahas pada bagian tujuan politik hukum
nasional dalam UU No 25/2009.
Pembentukan
hukum juga tergantung dari rumusan politik hukum yang terdapat dalam
konstitusi. Menurut Prof. Hamid Awaluddin Berubahnya sistem pemilihan umum
seperti yang diamanatkan pula dalam UUD Negara R.I Tahun 1945 menjadi pemilihan
langsung oleh rakyat ikut merubah sistem politik di negara kita. Jika dahulu
presiden merupakan mandataris MPR dan seluruh kebijakan yang akan diambil
pemimpin negara dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
merupakan buatan MPR yang diamanatkan kepada presiden selaku pemegang mandat
dari MPR maka kini presiden bukan lagi mandataris MPR dan tidak ada lagi GBHN
yang dibuat oleh MPR untuk diamanatkan kepada presiden. Yang jadi permasalahan,
kini apa yang menjadi penentu arah negara terkhusus dalam pembentukan kebijakan
di bidang hukum dalam hal ini peraturan perundang-undangan? Yang menjadi
penentu arah itu adalah kebijakan dari pemimpin sebagai konsekuensi dipilih
langsung oleh rakyat dengan membawa program-program yang telah dijanjikan.
Dalam UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik tentunya yang menjadi kebijakan
dasar adalah UUD 1945, akan tetapi konstitusi tersebut pulalah yang memberikan
konsekuensi bahwa penentu kebijakan adalah program pemimpin tertinggi bangsa
ini, jadi dapat juga dikatakan kebijakannya dalam Undang-Undang pelayanan
publik berasal dari janji-janji kampanye pada pemilihan presiden juga yang
kemudian diusulkan melalui rancangan Undang-Undang kepada DPR, dan hal ini
dalam konteks teoritis merupakan masukan dari salah satu suprastruktur politik
di negara ini.
Tujuan Politik Hukum Nasional Dalam
UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik
Jelas bahwa politik hukum nasional
dibentuk dalam rangka mewujudkan tujuan cita-cita ideal Negara Republik
Indonesia. Tujuan itu meliputi dua aspek yang saling berkaitan
1.
Sebagai suatu alat atau sarana dan
langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum
nasional yang dikehendaki;
2.
Dengan sistem hukum nasional itu
akan mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yang lebih besar.
Secara
ideal sistem hukum nasional kita merupakan sebuah sistem hukum (materiil dan
formil) yang dibangun berdasarkan ideologi pancasila, Undang-Undang dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sumber hukum lain yang bersesuaian
atau relevan secara umum dengan masyarakat Indonesia serta berlaku di seluruh
wilayah indonesia. Sementara cita-cita yang ingin diraih dengan sistem hukum
itu pada dasarnya adalah dalam rangka menbantu terwujudnya keadilan sosial dan
kemakmuran masyarakat sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan UUD Negara
R.I Tahun 1945; melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Perincian
dan konteks praktis dari apa yang tecantum dalam pembukaan UUD tersebut dapat
dibaca pada pasal-pasal yang tedapat dalam UUD tersebut dan juga dapat ditemui
pada peraturan perundang-undangan yang lain dibawahnya. Dalam hal ini yang akan
kita jadikan objek kajian adalah UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
UU ini merupakan bagian dari sistem hukum yang oleh Lawrence M. Friedman
disebut dengan legal substance.
Dalam
UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang menjadi dasar pertimbangan atau
tujuan yang hendak dicapai dengan pembentukan UU tersebut adalah bahwa;
1.
Negara berkewajiban melayani
setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya
dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Bahwa membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik
merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan
seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik;
3.
Bahwa sebagai upaya untuk
mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta
terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas;
4.
Bahwa sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang
di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan hukum yang
mendukungnya;
Jika
menelaah hal tersebut di atas maka akan terlihat bahwa tujuan dari pembentukan
UU tersebut mempunyai muatan politik, sosial, ekonomi, dan kultur/budaya.
Muatan
politik terlihat pada bagian pertama yaitu
“Negara
berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Di
kalimat tersebut mengedepankan tugas dan fungsi negara yang mana kedua hal itu
merupakan kajian politis. Adalah merupakan kewajiban negara untuk memberikan
dan menjamin pelayanan yang baik masyarakatnya. Hal tersebut sejalan dengan
ajaran F.K Savigni bahwa negara adalah wadah buatan bagi sebuah komunitas untuk
menjamin tercapainya tujuan yang dinginkan oleh komunitas tersebut. Aplikasi
dari pencapaian cita-cita tersebut salah satunya adalah pelayanan terhadap
publik tentunya.
Muatan
tujuan yang bersifat sosial dapat kita lihat pada kalimat
“Bahwa
membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik”
Di
sana terlihat bahwa ada tuntutan dari dalam masyarakat atau warga negara untuk
meningkatkan pelayanan publik. Hal itu berarti bahwa selama ini pelayanan
publik dianggap belum sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan atau dengan
kata lain jauh dari harapan masyarakat. Olehnya dengan membentuk undang-undang
ini maka akan diharapkan masyrakat akan mempunyai paradigma baru tentang
pelayanan publik di negara ini dan; terbangunnya kepercayaan terhadap pelayanan
publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik tersebut.
Tujuan
yang mengandung muatan ekonomi tidak secara eksplisit dituliskan kedalam aturan
tersebut, namun apabila kita mencermati keempat tujuan/pertimbangan dalam
pembentukan undang-undang tersebut maka akan terlihat motif ekonominya. Contoh
jika pelayanan publik dilaksanakan dengan optimal dalam sebuah korporasi milik
negara dan memberikan kepuasan bagi publik maka secara ekonomi hal tersebut
dapat menambah keuntungan bagi korporasi tersebut yang akhirnya akan mampu
menambah kekayaan negara dan tentunya akan dapat dinikmati oleh masyarakat
luas.
Kehendak
terakhir yang terkandung dalam UU Pelayanan Publik tersebut adalah yang
bermuatan kultur atau budaya. Hal inipun tidak dituliskan secara gamblang ke
dalam pasal-pasal yang ada dalam UU tersebut, tetapi jika dikaji lebih dalam
salah satu tujuan dari dibentuknya UU pelayanan Publik ini adalah guna
menciptakan budaya politik dan budaya hukum yang sehat dalam kegidupan
bernegara di Indonesia khususnya dalam hal pelayanan publik. dengan UU tersebut
diharapkan mampu menciptakan budaya pelayanan publik yang baik oleh
penyelenggara pelayanan publik tersebut. Dan dengan terciptanya kultur hukum
dan politik yang baik maka akan menciptakan kedewasaan bernegara (menyangkut
Hukum dan Pemerintahan) dan lagi-lagi akan menjanjikan kehidupan yang lebih
baik bagi bangsa dan negara ini.
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Dari
pemaparan-pemaparan penulis sebelumnya tentang politik hukum terhadap UU No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Berbicara tentang politik hukum
yang terdapat dalam suatu aturan maka pisau analisis yang digunakan dalam
mengkajinya adalah; Masalah kebijakan dasar; Penyelenggara negara pembentuk
kebijakan dasar tersebut; Peoses pembentukan hukum; Dan tujuan politik hukum
nasional
2.
Kebijakan dasar yang mendasari
suatu politik hukum terhadap suatu aturan adalah berangakat dari konstitusi
suatu negara dan jika berbicara tentang UU No.25/2009 maka yang menjadi
kebijakan dasar adalah UUD Negara R.I Tahun 1945 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal
18A ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D,
Pasal 28H, Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
RepubIik Indonesia Tahun 1945.
3.
Proses pembentukan hukum dalam UU
No. 25/2009 merupakan in put
dari kehendak-kehendak yang datangnya dari berbagai kalangan ada yang datangnya
dari suprastruktur politik seperti Presiden dan DPR, ada yang datang dari
tuntutan social society untuk
mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, adapula yang datang dari
infrastruktur politik lainnya seperti partai politik dan lain-lain. Secara
garis besar seluruh kehendak dalam proses pembentukan hukum adalah
kehendak-kehendank yang sifatnya politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
4.
Tujuan politik hukum nasional
dalam UU No. 25 Tahun 2009 meliputi muatan-muatan yang bersifat politik,
sosial, ekonomi, dan kultur/budaya. Yang menjadi muatan politis adalah;
merupakan tugas dan kewajiban negara menjamin berlangsungnya pelayanan publik
dengan baik, muatan sosial adalah; merupakan jawaban dari tuntutan perbaikan
pelayanan publik dari masyrakat, muatan ekonominya adalah;dengan meningkatnya
pelayanan publik maka diharapkan akan perekonomian juga makin tumbuh, dan yang
menjadi muatan kulturnya adalah; menciptakan budaya hukum dan pemerintahan yang
baik di kehidupan bernegara khususnya dalam bidang Pelayanan Publik.
3.2. Saran
Adapun
saran yang penulis usulkan dalam tulisan ini adalah:
1.
Agar UU No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik ini bisa berjalan efektif maka hendaknya mengoptimalkan
sosialisasi peraturan tersebut kepada penyelenggara Pelayanan Publik dan kepada
masyarakat
2.
Di dalam UU No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik ini sangat minim menggunakan politik hukum pidana dalam rangka
menambah keefektifitasannya, padahal dalam rangka mengoptimalkan efektifitas
sebuah peraturan juga sangat dibutuhkan dukungan dari politik hukum pidana.
Jadi di masa datang dalam membuat sebuah Undang-Undang agar menempatkan juga
politik hukum pidana sebagai penambah “daya” efektifitasnya.
Daftar pustaka
Arikunto,
Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
Edisi
Revisi,
Jakarta: Rineka Cipta.
Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara, Undang Undang Republik Indonesia nomor 25
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Jakarta, 2009.
A.Hamid .S. Attamimi, Keputusan
Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara (Suatu Studi Analisis mengenai keputusan Presiden yang berfungsi pengaturan Pembangunan Nasional)
Desertasi Doktor Universitas Indonesia,
1990
A.A.G. Peters (Universitas
Utrecht), Koesriani Siswosoebroto, SH, (Universitas Indonesia), Hukum dan Perkembangan Sosial,
Buku Teks Sosiologi Hukum, Buku III,
Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1990
web :
http://zamronicenter.com/download/peraturan-hukum.html
0 komentar:
Posting Komentar