Jumat, 05 April 2013

Hakim Praperadilan Chevron Kena Hukuman Disiplin

"Penjatuhan hukuman disiplin tidak serta merta membatalkan putusan praperadilan.

Kejagung akhirnya bisa bernapas lega. Perkara tersangka korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah yang sempat “terhambat” karena putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kembali bisa ditindaklanjuti pasca surat jawaban Mahkamah Agung (MA).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto mengatakan, surat jawaban Kepala Badan Pengawasan MA baru diterima beberapa hari lalu. Dalam surat tertanggal 21 Maret 2013 itu, disebutkan Badan Pengawasan MA telah menindaklanjuti laporan Direktur Penyidikan selaku termohon praperadilan.
Pada 27 September 2012, hakim tunggal Suko Harsono mengeluarkan putusan praperadilan yang di luar dari kebiasaan. Selain memutus penahanan Bachtiar tidak sah, Suko juga memutus penetapan tersangka Bachtiar tidak sah. Putusan itu membuat Kejagung merasa ragu menentukan kelanjutan penyidikan perkara Bachtiar.
Sementara, perkara lima tersangka lain sudah dilimpahkan ke penuntutan, bahkan disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hal ini membuat Kejagung melaporkan Suko Harsono ke MA dan Komisi Yudisial (KY). Suko dianggap telah melampaui kewenangan praperadilan karena memutus penetapan tersangka tidak sah.
Menurut Andhi, Badan Pengawas MA sudah melakukan pemeriksaan atas laporan Direktur Penyidikan yang mempersoalkan putusan praperadilan hakim tunggal Suko Harsono. “Intinya, pertama, laporan Direktur Penyidikan terbukti benar adanya. Pihak terlapor sudah dijatuhi hukuman disiplin,” katanya, Kamis (5/4).
Kedua, meski telah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap hakim Suko Harsono, Badan Pengawas MA dalam suratnya menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa substansi perkara yang diputus Suko Harsono. Andhi menganggap, penjatuhan hukuman disiplin tidak lantas membatalkan putusan praperadilan Bachtiar.
Terlebih lagi, MA dalam suratnya tidak memberikan arahan apapun mengenai putusan praperadilan Bachtiar. “Ini dua hal yang berbeda. Kalau substansi itu mengenai penanganan perkaranya, tapi kalau hukuman disiplin bisa saja terjadi pelanggaran kode etik, perbuatan tercela, dan sebagainya,” ujar Andhi.
Dengan demikian, penyidik masih menelaah dan merumuskan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Andhi menyatakan, penyidik juga masih mempertimbangkan upaya banding yang kemarin sempat ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena KUHAP tidak mengenal upaya banding dalam praperadilan.
“Pokoknya kami tidak berhenti sampai di situ saja sebab tersangka yang lain sudah disidangkan. Masak hanya gara-gara putusan itu (praperadilan Bachtiar), penyidikan jadi terhenti. Nanti akan dilihat lah hasil kajiannya bagaimana, termasuk satu tersangka lain (Alexiat Tirtawidjaja) juga akan ditindaklanjuti,” tuturnya.
Sementara, Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur mengaku belum mengetahui informasi mengenai penjatuhan hukuman disiplin terhadap Suko Harsono. “Nanti saya cari infonya, saya masih ada acara,” terangnya. Namun, hingga berita diturunkan, Ridwan tidak mengangkat telepon hukumonline.
Tidak Membatalkan
Pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail merasa Kejagung melakukan berbagai cara untuk mengadili kliennya. Walau kedudukan MA sebagai lembaga peradilan tertinggi, secara hukum MA tidak diberi kewenangan untuk mengubah putusan pengadilan dengan surat. Putusan praperadilan Bachtiar tidak dapat dibatalkan sekalipun dengan surat MA.
Pernyataan Andhi yang bersikukuh melanjutkan perkara Bachtiar karena hakim praperadilan sudah dijatuhi sanksi dinilai Maqdir sangat tidak beralasan menurut hukum. “Itu tidak serta merta menjadikan putusan praperadilan batal. Putusan pengadilan hanya dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan yang lebih tinggi,” katanya.
Maqdir berpendapat, tidak ada alasan bagi Kejagung untuk segera melimpahkan perkara Bachtiar ke pengadilan. Apabila dipaksakan, maka harus dipertanyakan alasan hukumnya. Dia berharap, pengadilan menolak pelimpahan karena tidak ada alasan hukum yang dapat menjadikan penetapan tersangka Bachtiar menjadi sah.
Dalam proses persidangan tiga karyawan Chevron, Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh Kertasafari, serta dua orang kontraktor, Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan di Pengadilan Tipikor, menurut Maqdir tidak ada keterangan saksi yang memberatkan para terdakwa.
Saksi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Wiryono di persidangan menyatakan proses perpanjangan izin sedang dilakukan. Proses perpanjangan izin memakan waktu karena ada perubahan peraturan UU No.32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Selain itu, kegiatan bioremediasi dipastikan tidak fiktif dan dilakukan secara baik.
Kemudian, saksi Deputy IV KLH Masnellyarti Hilman menyatakan untuk memeriksa kegiatan bioremediasi, KLH melibatkan tim pakar yang sengaja dibentuk. Bagi KLH yang penting dan mendesak adalah memulihkan lahan tercemar. Adapun kekurangan administrasi perizinan dapat menyusul sambil kegiatan pemulihan lahan dilaksanakan.

0 komentar:

Posting Komentar