"Penjatuhan hukuman disiplin tidak serta merta membatalkan putusan praperadilan.
Kejagung akhirnya bisa bernapas lega. Perkara tersangka korupsi proyek
bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Bachtiar Abdul Fatah yang
sempat “terhambat” karena putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, kembali bisa ditindaklanjuti pasca surat jawaban Mahkamah
Agung (MA).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto
mengatakan, surat jawaban Kepala Badan Pengawasan MA baru diterima
beberapa hari lalu. Dalam surat tertanggal 21 Maret 2013 itu, disebutkan
Badan Pengawasan MA telah menindaklanjuti laporan Direktur Penyidikan
selaku termohon praperadilan.
Pada 27 September 2012, hakim tunggal Suko Harsono mengeluarkan putusan
praperadilan yang di luar dari kebiasaan. Selain memutus penahanan
Bachtiar tidak sah, Suko juga memutus penetapan tersangka Bachtiar tidak sah. Putusan itu membuat Kejagung merasa ragu menentukan kelanjutan penyidikan perkara Bachtiar.
Sementara, perkara lima tersangka lain sudah dilimpahkan ke penuntutan, bahkan disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hal ini membuat Kejagung melaporkan Suko Harsono ke MA dan Komisi Yudisial (KY). Suko dianggap telah melampaui kewenangan praperadilan karena memutus penetapan tersangka tidak sah.
Menurut Andhi, Badan Pengawas MA sudah melakukan pemeriksaan atas
laporan Direktur Penyidikan yang mempersoalkan putusan praperadilan
hakim tunggal Suko Harsono. “Intinya, pertama, laporan Direktur
Penyidikan terbukti benar adanya. Pihak terlapor sudah dijatuhi hukuman
disiplin,” katanya, Kamis (5/4).
Kedua, meski telah menjatuhkan hukuman disiplin terhadap hakim Suko
Harsono, Badan Pengawas MA dalam suratnya menyatakan tidak memiliki
kewenangan untuk memeriksa substansi perkara yang diputus Suko Harsono.
Andhi menganggap, penjatuhan hukuman disiplin tidak lantas membatalkan
putusan praperadilan Bachtiar.
Terlebih lagi, MA dalam suratnya tidak memberikan arahan apapun
mengenai putusan praperadilan Bachtiar. “Ini dua hal yang berbeda. Kalau
substansi itu mengenai penanganan perkaranya, tapi kalau hukuman
disiplin bisa saja terjadi pelanggaran kode etik, perbuatan tercela, dan
sebagainya,” ujar Andhi.
Dengan demikian, penyidik masih menelaah dan merumuskan langkah apa
yang akan dilakukan selanjutnya. Andhi menyatakan, penyidik juga masih
mempertimbangkan upaya banding yang kemarin sempat ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena KUHAP tidak mengenal upaya banding dalam praperadilan.
“Pokoknya kami tidak berhenti sampai di situ saja sebab tersangka yang
lain sudah disidangkan. Masak hanya gara-gara putusan itu (praperadilan
Bachtiar), penyidikan jadi terhenti. Nanti akan dilihat lah hasil
kajiannya bagaimana, termasuk satu tersangka lain (Alexiat Tirtawidjaja)
juga akan ditindaklanjuti,” tuturnya.
Sementara, Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur mengaku belum
mengetahui informasi mengenai penjatuhan hukuman disiplin terhadap Suko
Harsono. “Nanti saya cari infonya, saya masih ada acara,” terangnya.
Namun, hingga berita diturunkan, Ridwan tidak mengangkat telepon hukumonline.
Tidak Membatalkan
Pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail merasa Kejagung melakukan berbagai cara untuk mengadili kliennya. Walau kedudukan MA sebagai lembaga peradilan tertinggi, secara hukum MA tidak diberi kewenangan untuk mengubah putusan pengadilan dengan surat. Putusan praperadilan Bachtiar tidak dapat dibatalkan sekalipun dengan surat MA.
Pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail merasa Kejagung melakukan berbagai cara untuk mengadili kliennya. Walau kedudukan MA sebagai lembaga peradilan tertinggi, secara hukum MA tidak diberi kewenangan untuk mengubah putusan pengadilan dengan surat. Putusan praperadilan Bachtiar tidak dapat dibatalkan sekalipun dengan surat MA.
Pernyataan Andhi yang bersikukuh melanjutkan perkara Bachtiar karena
hakim praperadilan sudah dijatuhi sanksi dinilai Maqdir sangat tidak
beralasan menurut hukum. “Itu tidak serta merta menjadikan putusan
praperadilan batal. Putusan pengadilan hanya dapat dibatalkan dengan
putusan pengadilan yang lebih tinggi,” katanya.
Maqdir berpendapat, tidak ada alasan bagi Kejagung untuk segera
melimpahkan perkara Bachtiar ke pengadilan. Apabila dipaksakan, maka
harus dipertanyakan alasan hukumnya. Dia berharap, pengadilan menolak
pelimpahan karena tidak ada alasan hukum yang dapat menjadikan penetapan
tersangka Bachtiar menjadi sah.
Dalam proses persidangan tiga karyawan Chevron, Endah Rubiyanti,
Widodo, Kukuh Kertasafari, serta dua orang kontraktor, Direktur PT Green
Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan
di Pengadilan Tipikor, menurut Maqdir tidak ada keterangan saksi yang
memberatkan para terdakwa.
Saksi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Wiryono di persidangan
menyatakan proses perpanjangan izin sedang dilakukan. Proses
perpanjangan izin memakan waktu karena ada perubahan peraturan UU No.32
Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Selain itu, kegiatan bioremediasi
dipastikan tidak fiktif dan dilakukan secara baik.
Kemudian, saksi Deputy IV KLH Masnellyarti Hilman menyatakan untuk
memeriksa kegiatan bioremediasi, KLH melibatkan tim pakar yang sengaja
dibentuk. Bagi KLH yang penting dan mendesak adalah memulihkan lahan
tercemar. Adapun kekurangan administrasi perizinan dapat menyusul sambil
kegiatan pemulihan lahan dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar