==> Apakah sah surat perjanjian atau kontrak yang tanpa
dibubuhi meterai yang cukup serta sejauh mana kekuatannya jika terjadi
sengketa di pengadilan?
Jawab :
Di dalam KUHPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867
sampai Pasal 1880. Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat
dibedakan dalam Akta dan Surat bukan akta, dan Akta dapat dibedakan
dalam Akta Otentik dan Akta Di bawah tangan. Sesuatu surat untuk dapat
dikatakan sebagai akta harus ditandatangani, harus dibuat dengan sengaja
dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu
dibuat. Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan
adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta
otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan
atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti Notaris, Pegawai Pencatat
Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya
tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi
cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik
adalah akta notaris, putusan hakim (vonis), berita acara sidang, surat
perkawinan, akta kelahiran, akta kematian, dan sebagainya; sedangkan
akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa
rumah, dan surat perjanjian jual beli.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian.
Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah
pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya
tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan
bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis
dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut
dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang
dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta
dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan
itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian
yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli
warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
Berkaitan dengan meterai atau bea meterai menurut Pasal 2
Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa
terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen
tersebut bea meterai. Dengan demikian maka tiadanya meterai dalam suatu
surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa
menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli)
tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat
pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah
atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi
ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bila suatu surat perjanjian/kontrak yang ditandatangani dari semula
tidak diberi meterai dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di
pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan. Perlu
ditegaskan kembali, bahwa tidak dilunasinya bea meterai dalam dokumen
tersebut akan berdampak terhadap kekuatannya sebagai alat bukti.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bea meterai adalah pajak
atas dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Jika dokumen perjanjian
atau kontrak yang tidak dibubuhi dengan meterai ternyata
akan dipergunakan sebagai alat bukti, maka UU tentang Bea Meterai
mengatur bahwa dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 persen
(dua ratus persen) dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Cara
pembayarannya adalah pemegang dokumen harus melunasi bea meterai yang
terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian yang dapat
dilakukan melalui Pejabat Kantor Pos.
sumber :
- UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- http://www.hukumonline.com.
0 komentar:
Posting Komentar